banner 728x250
Opini  

Otoritas Daerah Dalam Penetapan KSA/KPA Gili Tramena

Oleh: Sastro A, Pengurus JMSI NTB dan PWI KLU
banner 728x250

Opini – PRAKARSA Kawasan Suaka Alam atau Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA), apapun itu, pasti akan terkait erat dengan peran dan posisi pemerintah daerah. Kondisi secara faktual, kawasan suaka alam memang kompleks dan rumit misalnya, adalah alasan-alasan penting dan mendesak memberikan porsi yang terukur bagi pemerintah daerah. Hal ini tak hanya teori, tetapi dalam kenyataan administrasi sehari-hari pun misalnya, kewenangan pemerintah daerah dalam peran otoritas lapangan benar-benar penting. Narahubung untuk mendialogkan ide-ide yang berada dalam tataran normatif dengan kenyataan empiris keseharian. Ide terkait kawasan pelestarian, dengan begitu, semestinya harus terdistribusi dalam bentuk otoritas tertentu pada semua hirarki yurisdiksi.

Penataan KSA/KPA memberikan ruang yang luas terkait posisi dan peran pemerintah daerah yang bersangkutan. Sulit membayangkan wilayah yang dilumuri oleh berbagai persoalan penggunaan lahan tanpa porsi peran yang proporsional terkait otoritas lapangan. Apalagi jika kemudian gagasan mengenai kawasan pelestarian alam hendak diarahkan pada wilayah-wilayah di luar kawasan hutan dalam kedudukan kewenangan pemerintah kabupaten. Sejumlah aspek mulai ekologi, ekonomi, sosial budaya (EESB) hingga efisiensi administratif, kontinyuitas, kesinambungan, dan keberlanjutan pelestarian dalam jangka panjang menjadi pertimbangan yang vital dan strategis. Kendati kerapkali dikemukakan untuk dasar memikirkan kembali porsi daerah dalam urusan “leben sraum” suaka alam. Menyerunai, tentu tidak semata-mata mengubah komposisi kewenangan masing-masing. Seyogianya memang perlu meletakkan inisiatif KSA/KPA dengan tepat berdasarkan kewenangan hirarki pemerintahan.

banner 728x250

Sekelebat tulisan sederhana ini bermaksud mencermati lebih komprehensif gagasan KSA/KPA pada konteks kewenangan pemerintah daerah, dalam hal ini Forum Penataan Ruang Kabupaten (FPRK) Lombok Utara.

Ruang lingkupnya menargetkan perlindungan kawasan yang dilindungi. KSA/KPA mesti menjadi segmen dari dimensi tata ruang dan otoritas sektoral dengan pelibatan peran lintas sektoral dan pemerintah daerah.

Sehubungan dengan kewenangan itu pula, otoritatif tata ruang dengan istilah KSA/KPA memiliki cakupan yang sama. Dua inisiatif yang “berjubah” hampir sama karena isinya sama, patut untuk ditelaah-kaji karena gagasan dasarnya kembar fokus mendorong perlindungan lingkungan secara komprehensif pada skala lanskap.

Irisan narasi ini diekspektasikan dapat menjadi masukan bagi multipihak terkait untuk mengambil pertimbangan yang tepat dalam mengaspirasikan gagasan maupun menyusun kebijakan KSA/KPA di Lombok Utara ke depan.

Penautan Regulasi

Penelisikan sejumlah peraturan perundang-undangan guna menemucari sebuah konsep KSA/KPA yang inklude dengan yurisdiksi konservasi dalam hukum tata ruang. Dalam UU 26/72007 tentang Tata Ruang, termaktub istilah Kawasan Strategis Lingkungan Hidup (KSLH), satu di antara kategori dalam definisi kawasan strategis. Dalam KSLH, kawasan strategis merujuk pada sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, misalnya kawasan pelestarian lingkungan hidup, termasuk pula kawasan yang diakui sebagai warisan dunia.

Kriteria kawasan strategis dari tilikan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dijabarkan dalam PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, serta Permen ATR 1/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Dalam PP 15 /2010 pada Pasal 51, dengan lugas disebutkan bahwa ada 7 kriteria KSLH, terdiri dari tempat perlindungan keanekaragaman hayat; kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora, dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian. Kemudian, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; kawasan rawan bencana alam; dan kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Berdasarkan pemetaan tersebut, pengelolaan tata ruang telah memberikan “teritori” kepada prakarsa pengusulan KSA/KPA mesti memperhitungkan pertimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya (EESB) di provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam ketentuan tata ruang ditegaskan bahwa pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan kawasan strategis, salah satunya berbasis pada pertimbangan lingkungan hidup. Dengan begitu, penetapan Kawasan Gili Tramena menjadi KSA/KPA niscaya memperhitungkan pertimbangan EESB, di mana dalam tataran lapangan menjadi tanggung jawab FPRK untuk acuan teknis dalam penataan spasial Lombok Utara.

Pada satu sisi, secara empiris memasuki usia 17 tahun Lombok Utara masih dihadapkan dengan probem tata ruang daerah. Sementara SK Kementerian LHK Nomor: SK.6598/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi NTB hanya sampai tahun 2020 sehingga perlu kembali disesuaikan agar update dengan perkembangan keadaan. Keputusan Men-LHK menetapkan Kawasan Gili Tramena termasuk dalam Kawasan Hutan Konservasi (KHK). Jika ketetapan ini terimplementasi maka akan dapat mewarnai aktivitas pariwisata di antero Lombok Utara.

Mengharmonisasi Keputusan Kementerian KLHK tersebut, FPRK Lombok Utara perlu mengambil langkah tegas untuk mencapai kesepakatan kolektif dalam penentuan kedudukan, peran, dan kewenangan pemerintah Lombok Utara terkait penetapan Gili Tramena sebagai KSA/KPA matra darat maupun perairan setempat. Butir-butir kesepakatan FPR harus menjadi pertimbangan pemerintah pusat supaya pengelolaan Gili Tramena dikembalikan kepada pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

Pada sisi lain, mewujudkan misi pembangunan Lombok Utara menuju kabupaten yang inovatif, sejahtera dan religius, diperlukan dokumen perencanaan yang terintegrasi dan berkualitas sebagai referensi normatif dalam penataan dan pengendalian pembangunan daerah. Dokumen yang harus tercantum dalam RTRW Kabupaten Lombok Utara. Matra spasial pembangunan dan investasi guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, kontributif dan berkelanjutan.

Kini, momentum yang tepat bagi Pemkab Lombok Utara menetapkan dokumen perencanaan yang terintegrasi termasuk di dalamnya penetapan KSA/KPA sebelum peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara Tahun 2022-2042 ditetapkan. Demikian pula penetapan peraturan kepala daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pariwisata Gili Tramena dan kawasan pariwisata strategis di sekitarnya.

Penetapan RDTR untuk menentukan presisi porsi Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dalam pendayagunaan tatakelola Pariwisata Gili Tramena dalam posisi sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Indonesia. Suatu kemestian mengingat potensi kepariwisataan Lombok Utara relatif lengkap baik wisata bahari, orisinalitas dan keunikan adat budaya, wisata religi, dan wisata alam yang natural.

Kilas balik siklus Lombok Utara sejak terotonomi 16 tahun silam, kawasan Pariwisata Gili Tramena maupun destinasi pariwisata di sekitarnya memang memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan Kabupaten Lombok Utara dengan efek ganda atau multiflayer effect bagi wilayah-wilayah lainnya di antero bumi Tioq Tata Tunaq.

Keberadaan tiga gili dari sisi eksistingnya pendulum potensial bagi kemajuan daerah masa mendatang. Ditopang sarana prasarana pariwisata di dalamnya yang relatif terpenuhi, misalnya terdapat 1.089 fasilitas penunjang seperti hotel, restaurant, fasilitas kesehatan, fasilitas bisnis (toko dan lainnya). Sekira 60 persen lahan di Gili Tramena telah terbangun. Sisanya 40 persen saja yang masih berstatus lahan terbuka, perkebunan dan semak belukar.

Brainstorming, KSA/KPA Gili Tramena menjadi otoritas Pemkab Lombok Utara, inklude dalam tatanan tata ruang daerah. Secara teknis konseptualnya dirancang oleh FPRK mengikuti peraturan normatif yang ada, jelas, rinci, memiliki payung hukum dalam tata ruang.

Patut dipertimbangkan pula bahwa penetapan KSA/KPA semestinya ranah kewenangan pemerintah daerah melalui keputusan kepala daerah menyesuaikan dengan dinamika lokal. Ide dan gagasan KSA/KPA, bagaimana pun mempunyai tujuan perlindungan ekosistem berkelanjutan. Dan karenanya, maka perlu menemukan teritorium kelembagaan yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kelumit torehan ini menawarkan gagasan KSA/KPA harus lahir dari prakarsa daerah yang ditetapkan dalam tata ruang wilayah. Memasukkan KSA/KPA ke dalam tata ruang wilayah memiliki keuntungan hukum bahwa tata ruang itu baku sekaligus memberikan mandat yang jelas kepada Pemda Lombok Utara. Tilikan sisi institusi juga kepentingan daerah dan nasional. (**)

banner 728x250
banner 728x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *