Lombok Utara (NTB), Utarapos.com – Deki Zulkarnaen, putra asal Lombok Utara adalah satu dari dua delegasi Indonesia menjadi peserta aktif dalam Konferensi Internasional Future Leader Assembly (FLA) 2025. Ajang konferensi kepemudaan ini digelar di Bali pada 11-14 April lalu dengan penyelenggara Ecovay-Global Outreach, sebuah lembaga internasional berbasis di Inggris.
FLA merupakan ajang konferensi global yang mempertemukan para pemuda terpilih dari berbagai negara untuk membahas ide, kolaborasi, dan solusi terhadap isu-isu global dengan pendekatan keberlanjutan (sustainability). Digagas oleh Ecovay-Global Outreach yang sudah lama konsen pada pengembangan kapasitas pemuda dan kerja-kerja sosial lintas negara.
Tahun ini, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah dengan penyelenggaraan konferensi di Bali Indonesia.
Deki Zulkarnaen menjadi salah satu dari dua pemuda terpilih menjadi perwakilan Indonesia setelah sebelumnya lolos seleksi dan meraih pembiayaan penuh (fully funded) untuk menghadiri konferensi dalam kapasitas sebagai “International delegate”.
“Waktu awal daftar, saya cuma berharap dapat kesempatan belajar dan bertemu banyak orang hebat. Bahkan saya sempat berpikir, kalaupun hanya dapat pendanaan parsial, itu pun sudah cukup. Tapi ternyata, saya justru dipilih sebagai delegasi dengan fully funded. Dari Indonesia ada dua yang terpilih,” cerita Deki kepada awak media ini di kediamannya pada Senin (21/4/2025).
Menariknya, ihwal yang membuat perjalanan Deki istimewa bukan sekadar keberhasilannya lolos seleksi dari rangkaian panjang proses yang dilaluinya. Tetapi misi yang dibawanya yaitu mengangkat suara komunitasnya, memperkenalkan Lombok, dan menyuarakan isu-isu yang selama ini nyaris tak terdengar di forum global.
Dalam kedudukan sebagai putra daerah Lombok Utara yang tumbuh dan besar di tengah geliat pariwisata dan komunitas yang majemuk bersama tantangannya, Deki mengangkat Topik Literasi Media dan Digital, serta isu-isu seputar peran agen pariwisata lokal di Lombok. Baginya, di era serba digital seperti sekarang ini, kemampuan masyarakat — khususnya pemuda — dalam memilah informasi, membangun narasi positif, dan mempromosikan daerahnya secara kreatif, menjadi hal yang sangat krusial.
“Selama ini, banyak potensi daerah yang tidak terekspos karena kurangnya pemahaman tentang media digital. Bahkan agen-agen pariwisata kita pun banyak yang belum melek teknologi, padahal itu kunci untuk memperluas jangkauan pasar wisata kita,” jelas Deki yang juga Jurnalis dan Tutor Bahasa ini.
Dalam arena konferensi, Deki tidak hanya menyampaikan ide-idenya, tapi juga bertemu dengan pemuda-pemuda luar biasa dari 19 negara di dunia, seperti Armenia, Jerman, Kamboja, Vietnam, Thailand, Afrika Selatan, Gambia, Ghana, Sudan, Malaysia, Pakistan, New Zealand, India, Philipina, dan negara lainnya. Menurutnya, mereka datang dengan latar belakang dan corak keberagaman yang berbeda, mulai dari pegiat lingkungan, pengembang teknologi, aktivis pendidikan, hingga penggerak budaya. Di tengah perbedaan itu, Deki menemukan satu benang merah: “semangat untuk membuat dunia lebih baik, dimulai dari komunitas masing-masing.”
Lebih dari sekadar ajang berbagi gagasan, FLA telah menjadi ruang pertemuan lintas budaya, kolaborasi lintas batas, dan terutama tempat bagi para pemuda saling menginspirasi dan saling belajar. Deki mengaku, setiap diskusi yang diikutinya membuka matanya lebih lebar terhadap berbagai tantangan global dan peran pemuda di dalamnya sangat vital dalam menjawab setiap tantangan yang ada.
Kredo yang membanggakan lagi, bahwa dalam setiap sesi presentasinya, Deki selalu menyelipkan kisah tentang Lombok — bukan hanya pantainya yang memesona atau Gunung Rinjani yang megah, tetapi juga kekayaan budaya, kekuatan komunitas, dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh masyarakatnya.
“Saya ingin dunia tahu bahwa Lombok bukan hanya destinasi wisata. Di balik keindahan alamnya, ada pemuda-pemuda kreatif, masyarakat tangguh, dan cerita-cerita inspiratif yang layak dikenal dunia,” terangnya sumringah berbinar.
Future Leader Assembly ini diadakan setiap tahun. Untuk tahun selanjutnya akan diselenggarakan kembali di Maroko.
Bersempena, perjalanan Deki adalah bukti bahwa pemuda dari daerah pun bisa mendunia, asalkan punya semangat, visi, dan keberanian untuk mencoba. Di tengah arus globalisasi, ia berdiri sebagai simbol harapan — bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari sudut kecil dunia yang tak banyak dilirik. (red)